Thursday, April 21, 2011

Awakened


“Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan hanya dengan mengatakan, “kami telah beriman”, dan mereka tidak diuji? Dan sungguh,  Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka. Maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang berdusta.” 
(QS. Al Ankabut, 29:2-3)

Aku terdiam disini memikirkan semua yang kukatakan secara panjang lebar. Tentang nasihat dan kalimat motivasi yang kusampaikan pada seorang teman. Aku sangat merasa bersalah pada Allah. Aku yang sekarang, merasa tidak pantas menasihati orang lain, justru aku yang harus menasihati diri sendiri.

Dua minggu ini tanpa sadar aku bergerak menjauh dari Allah. Kualitas ibadahku berkurang, dan suasana hatiku kacau. Mungkin ini yang dinamakan futur. Bukan berarti aku meragukan kekuasaan Allah Swt, tapi karena aku merasa mulai putus harapan dan ada banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam hati.

Aku mempertanyakan keadilan Allah, walaupun aku tahu Dia adalah Sang Maha Adil. Aku iri melihat apa yang orang lain punya, dan hal tersebut saat ini masih belum aku raih. Aku memikirkan kesan diri mereka, apa yang sudah aku lakukan dan mereka tidak lakukan, tapi mereka justru mendapatkannya dengan mudah meski (mungkin) tanpa meminta dalam doa. Dan aku memikirkan apa yang orang lain memandangku lebih, tapi tetap aku merasa lebih sulit untuk mendapatkan apa yang kini sangat aku inginkan. Aku mempertanyakan, “Ya Rabb.. Apakah yang Engkau aku inginkan dariku?”

Semakin kupikirkan, semakin tersadar bahwa Allah tidak membutuhkan apapun dari manusia. Aku yang butuh Dia, dan karena itulah aku berdoa dan giat beribadah. Tapi apakah benar kalau aku hanya taat beribadah agar Allah Swt berkenan mengabulkan keinginanku?

Sampai aku teringat perkataan seorang sahabat, tentang manusia yang tanpa sadar telah melakukan jual beli dengan Allah. Singkatnya begini: manusia memiliki keinginan, manusia meminta pada Allah, dan karena itulah manusia giat beribadah. Bukankah ini yang dinamakan jual beli dalam  beribadah?

Dari sini aku bisa melihat, betapa manusia yang menuntut keadilan Tuhan, telah berlaku tidak adil pada Tuhannya. Sedangkan Allah Sang Maha Pemurah, jika Dia mau menuntut keadilan dari jual beli yang dilakukan manusia, entah berapa banyak lagi manusia harus mengalami rentetan musibah kehilangan harta benda dan bahkan nyawa sekalipun tak akan mampu membayar semuanya.

Coba pikirkan tentang mata, hitung, telinga, mulut, dan seluruh organ tubuh manusia. Kalau Allah berkehendak, Dia bisa mengambil salah satunya dengan mudah. Lalu berapakah harga yang sanggup dibayar manusia agar bisa mendapatkannya lagi? Dan aku bersyukur, Allah masih mengizinkan aku memiliki itu semua secara gratis.

Bagaimana dengan udara? Pernahkah kita berhitung berapa banyak nafas yang dihembuskan selama hidup di dunia. Jika Allah mau memperhitungkannya, maka manusia tidak akan merasa sanggup untuk hidup karena setiap udara yang dihirup adalah hutang yang harus dibayar.

Allah berhak menahan apa yang aku inginkan, karena dalam jual beli yang aku lakukan tidak akan pernah seimbang. Dan aku membuat keputusan, untuk tidak lagi melakukan jual beli dalam beribadah.

Dan aku pun terbangun…

Dalam perjalanan pulang dari Bandung ke Jakarta, dari balik kaca mobil kulihat bundar matahari senja yang sinar kemerahannya memperindah langit sore. Pemandangan yang jarang kusaksikan secara langsung.

Teringat pemandangan langit saat perjalanan ke Bandung. Siang itu di tengah birunya langit ada semburat garis putih yang tidak biasa. Mungkin para malaikat sedang turun menengok bumi, khayalku sambil tersenyum. Hangat sinar matahari menerpa wajah, dan cerahnya cuaca membuat siang itu terlihat indah.

Aku pernah membuat tulisan tentang “Cinta”.

“Cinta itu wujud kemurahan dan kasih sayang Allah. Makna yang sebenarnya, bahasa tak terelakkan, karunia tak terbatas dari Sang Maha Pencipta”

Allah Yang Maha Penyayang, apakah Engkau sedang menunjukkan kepadaku bahwa Engkau mencintaiku? Melalui biru langit, hangat sinar matahari, sampai kemerahan langit senja yang di mataku terlihat sangat indah.

Tak peduli seberapa futur imanku, melalui pemandangan itu Engkau memanggil, membuatku sadar betapa besar ungkapan cinta-Mu Yang Agung dan betapa kerdil mentalku saat Engkau mengujiku dengan sedikit sentilan.

Engkau hanya memintaku untuk bersabar, dan mungkin Engkau sangat senang melihatku menangis dan khusyuk dalam berdoa. Karena saat itu aku benar-benar menunjukkan bahwa aku sangat membutuhkan-Mu, dan betapa aku sangat mencintai-Mu.

Aku yang salah, melakukan jual beli dalam beribadah. Jual beli yang tidak pantas dan tidak akan pernah sanggup kubayar.

Harus kuluruskan niat, aku beribadah bukan karena aku ingin meminta sesuatu pada-Mu, tapi karena aku rindu kepada-Mu, rindu bertemu dengan-Mu. Karena aku mencintai-Mu, melebihi apapun di alam semesta.

Dan kuyakin, Kau pasti memberikan balasan pada hamba-Mu yang beriman.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” 
(Q.S Al-Baqarah, 2:277)

No comments:

Post a Comment