Sunday, June 19, 2011

Curing The Pain



Sakit hati, perasaan yang relatif sulit diatasi. Pada salah satu fase hidup, Allah Swt memberi manusia perasaan ini sebagai ujian. Beberapa orang yang aku lihat menjalani penyembuhan yang memakan waktu lama, bahkan tahunan.

Kusaksikan sendiri pada orang-orang yang kukenal. Ada yang semakin kurus dan menenggelamkan diri dalam kesedihan, ada yang secara drastis berubah menjadi orang yang berbeda dari sebelumnya, dan sayangnya perubahan itu cenderung menuju kehancuran. Ada yang memutuskan untuk kembali mendekat pada Allah, hanya saja masih belum mampu mengatasi keinginan untuk terus berputar di dunia yang sama, terus ingin dekat dengan orang yang menyakiti. Dan yang terburuk, ada juga yang menjadi marah kepada Allah lalu meninggalkan ibadah yang biasa dilakukan. Dalam kemarahan, dia memandang Allah tidak adil.

Aku menulis ini bukan karena tidak tahu rasanya sakit hati. Pernah, aku juga pernah. Kalau mau tahu bagaimana penggambarannya, kira-kira dua tahun lalu aku pernah menangis sampai terduduk lemas di lantai. Selebihnya cukup hanya Allah yang tahu.

Dalam fase itu, aku masih sadar bahwa hidup ini singkat dan hanya sekali, tidak boleh habis waktu untuk hal-hal yang merusak. Dan aku juga tidak mau orang-orang terus menatapku dengan pandangan kasihan, karena itulah aku harus berjuang untuk bangkit.

Dalam healing process hanya satu hal yang sulit untuk kulakukan, yaitu kemauan untuk memaafkan. Sayangnya satu hal inilah yang ternyata menjadi faktor utama hambatan untuk sembuh.

Aku masih belum ikhlas untuk memaafkan, karena itu aku sulit untuk melepas. Tidak mau orang yang menzalimi hidup bahagia dengan bebas. Di sisi lain aku masih takut Allah marah karena dalam hatiku juga terus tertanam kebencian, dalam doa aku berharap agar orang itu mendapatkan hukuman yang berat.

Dan aku terus bertanya ke orang-orang, tentang:
“Bolehkah kita tidak memaafkan orang yang menyakiti karena perbuatannya sudah keterlaluan? Apakah Allah akan marah karena manusia tidak mau ikhlas memaafkan?”

Siapapun yang kutanya saat itu tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan, termasuk seorang murobiah yang juga tidak yakin dengan pendapatnya sendiri, dan jadilah aku terus bertahan untuk tidak memaafkan. Namun kenyataannya healing process itu tidak pernah berjalan dengan sempurna, biarpun orang melihatku banyak tersenyum.

Hingga pada pada suatu waktu Allah Swt memberi jawaban melalui Al-Qur’an:

“Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim, mereka membela diri.
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim.

Tetapi orang-orang yang membela diri setelah dizalimi, tidak ada alasan untuk menyalahkan mereka.
Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat siksaan yang pedih.

Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia”.

(Q.S As-Syura, 42:39-43)

Semua pertanyaan terjawab sudah. Allah Swt tidak menyalahkan orang yang dizalimi karena tidak mau memaafkan, dan bahwa suatu saat akan ada siksaan yang pedih untuk orang-orang yang zalim. Karena Allah Swt Maha Adil, Maha Mengetahui. Tetapi bila mau bersabar dan memaafkan, maka itu adalah perbuatan yang mulia bagi Allah.

Pilihannya ada pada diri manusia sendiri, mau terus bersusah payah untuk bangkit dalam kebencian sedangkan ketetapan Allah sudah ada untuk orang-orang yang zalim (berupa siksaan yang pedih), atau mau belajar memaafkan dan menjadi mulia di hadapan Allah.

Aku memilih untuk menjalani yang kedua.

Terlahir kembali

Alhamdulillah.. 

Jika ada yang melihat aku tersenyum hari ini, insya Allah senyuman itu benar-benar berasal dari hati.

Setelah mendapat jawaban dari Allah dan memutuskan untuk memaafkan, seketika itu juga rasa sakit itu  lenyap. Saat itu juga hati terbebas dari penyakit kebencian yang terus membuatnya koyak.

Seperti terlahir kembali. Allah menggiringku untuk menjadi pribadi baru, yang lebih kuat dan sabar. Allah membuatku melihat bahwa melalui permasalahan itu Dia justru sedang menyelamatkan, Dia sedang memanggil. 

Setelah itu aku berturut-turut menerima "kabar bahagia" dari orang yang pernah menyakiti, dan sangat bersyukur semua itu tidak lagi berpengaruh. Yang terasa hanya kelegaan, lega karena justru bisa tersenyum lepas karena sadar hatiku telah sembuh. Mungkin ini adalah hadiah dari Allah. Dan di balik ini semua, Dia pasti punya rencana yang jauh lebih baik dari yang telah direncanakan manusia.

Wallahua’lam bissawab


Untuk yang sedang mengalami sakit hati, semoga bisa membantu menyembuhkan.

No comments:

Post a Comment