Friday, January 28, 2011

Di Persimpangan


Perasaan hari ini gak karuan. Ada rasa bersalah sehabis membahas tentang pekerjaan dengan teman-teman. Rasa bersalah karena aku sadar telah melupakan satu unsur penting dalam iman: bersyukur.

Harusnya aku banyak bersyukur. Allah telah menggiringku sedemikian rupa sehingga bisa mendapatkan pekerjaan ini. Pekerjaan dimana ribuan orang dari penjuru negeri berbondong-bondong mengikuti tes demi memperebutkan posisi yang kuotanya hanya sedikit. Aku termasuk salah satunya, tahun 2009 kemarin hampir semua tes aku ikuti demi mewujudkan impianku bekerja sebagai abdi negara. Terdengar berat mungkin, tapi memang itulah tujuanku dulu.

Flash back beberapa tahun lalu..

 Bekerja di sebuah branded entertainment atau yang lebih awam dikenal orang sebagai event organizer (walaupun keduanya punya definisi yang berbeda). Yang aku pikirkan dulu hanya bagaimana membuat nyaman diri sendiri, tak peduli harus pulang larut malam dan sering harus sampai menginap di kantor. Tertawa geli mengenang dulu kami pernah meeting internal jam 3 pagi, yang isinya kumpulan orang dengan muka sangar karena sudah terlalu lama menahan lelah dan di otak berkecamuk banyak hal tentang “kesempurnaan” jalannya pekerjaan.

Di dunia yang banyak menuntut kesempurnaan itu aku merasa banyak berkembang. Prestasi, kebebasan berekspresi, kesenangan duniawi, dan pengakuan orang-orang. Teman-teman memandang iri cara kami bekerja, jam kantor yang tidak mengikat dan pakaian yang sangat kasual. Dari segi penghasilan mungkin gak sebesar pegawai kantor pada umumnya, tapi kami bekerja di bidang yang kami senangi.. Sementara orang-orang harus mengantri dan merogoh kocek dalam-dalam untuk menonton konser musik, kami bisa dengan bebas berseliweran disana, hanya saja di celana jeans kami terselip HT yang gak hentinya berbunyi sebagai tanda kami sedang bekerja.

Sampai akhirnya aku sadar, aku hanya bekerja untuk diri sendiri. Kekhawatiran orang tua aku kesampingkan, dan jarang punya waktu lebih untuk bersama keluarga. Dulu aku juga gak pernah berpikir tentang bagaimana nilai uang yang aku peroleh, yang aku tahu aku tidak mencuri dan tidak bekerja di pub. Konflik batinku saat itu hanya tentang ruang untuk sholat, dan saat harus ikut tim melakukan promosi acara di berbagai club malam. Dan kemudian daftar konflik itu pun bertambah saat entah dari mana dalam otak ku timbul pikiran tentang… uang sponsorship yang berasal dari perusahaan rokok dan juga minuman keras. Aku juga tidak pernah betah berada di antara orang-orang yang mabuk dan di puncak acara biasanya mereka berpesta dengan saling menyiramkan bir ke tubuh satu sama lain. Walaupun saat itu pengetahuan agamaku sangat minim, dalam hati masih ada ruang yang Allah lindungi dengan kuat, bukan hanya menolak saat ditawari minum, aku juga menolak membantu seorang teman memegang kaleng bir. Satu tahun, dua tahun, tiga tahun… lelah rasanya. Bekerja untuk semua kesenangan pribadi ternyata membuat batin menjadi kosong.

Di tempat yang aku impikan,

Aku ingin melakukan sesuatu yang berguna, bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang-orang di sekitar. Aku ingin melihat kedua orangtuaku tersenyum. Aku ingin tetap berpenghasilan, yang bisa aku tabung untuk meraih berbagai impian. Aku ingin merasakan jam 10 malam itu sudah waktunya membungkus diri di dalam selimut lalu tertidur lelap, bukan masih duduk tenang di depan komputer kantor dan berkata dalam hati, “bisnya masih ada sampe jam 11”. Aku ingin berdiri menunggu bis di pinggir jalan dengan memakai kemeja kerja, bukan memakai t-shirt dan tidak ada bedanya dengan mahasiswa yang berangkat ke kampus. Aku ingin pulang kantor tepat waktu dan kelak bisa berada di rumah sebelum suamiku pulang. Aku ingin punya banyak waktu bersama keluarga. Aku ingin punya banyak kesempatan untuk lebih mendekatkan diri pada Allah, dan aku ingin bekerja karena Allah.

Dan di tempat ini, Allah telah memberikan begitu banyak peluang. Tinggal bagaimana cara mengatur diri sendiri agar semua kesempatan yang Allah berikan tidak terbuang percuma. Aku harus banyak bersyukur, walaupun pekerjaan ini (mungkin) tidak sesibuk karyawan kantor lain, Allah telah menempatkan aku di satu seksi yang lebih banyak memberikan aku kesempatan untuk mengembangkan kemampuan. Aku memang tidak banyak tugas di lapangan seperti teman-teman yang lain, kadang memang iri dengan mereka, tapi aku dan dua orang teman di seksi yang sama masing-masing  diberikan kepercayaan untuk menjadi koordinator program baru. Bersyukur.. Allah begitu banyak memberikan kepercayaan dan kesempatan.

Jalan ini masih panjang, masih banyak peluang terbentang.

Seminggu yang lalu aku dan seorang teman kembali ditawari untuk terlibat pekerjaan di sebuah festival baru. Waktu itu aku sempat tergiur mendengarkan penjelasan tentang konsep acara dan betapa dalam pekerjaan tersebut aku bisa memperoleh berbagai kepuasan yang sama seperti dulu. Tapi sekarang aku sudah harus mantap mengambil keputusan, aku bekerja karena Allah, dan tidak mau kembali lagi ke kondisi yang dulu.

Sampai di titik ini Allah telah membimbingku, dan aku mau melangkah lebih maju. Karena Allah aku telah berada di tempat ini, karena Allah pula aku harus banyak bersyukur. Bersyukur karena aku yakin ini adalah tempatku, dan Allah tidak akan pernah membawaku ke tempat yang salah.

Di persimpangan jalan ini, aku harus memilih jalan yang aku yakini benar, dan bukan berbalik ke belakang.

No comments:

Post a Comment